Om Hompes Dipercaya Tangani KBS dari Kebangkrutan
Dalam catatan sejarah, Kebun Binatang Surabaya (KBS) tidak bisa dipisahkan dari sosok W.A. Hompes. Warga Belanda pada zaman kolonial itu dipercaya menyelamatkan KBS dari kebangkrutan. Catatan sejarah tersebut diungkapkan Sri Astuti, warga Tuban yang mengaku kerabat dekat Hompes.
GUNAWAN SUTANTO
—
DI antara beberapa lembar foto kuno yang ditunjukkan Sri Astuti, terdapat gambar seorang pria bule yang sudah uzur. Bule itu sedang meminum secangkir teh. ”Ini foto kali terakhir Om Hompes yang dikirimkan kepada kami pada 1989,” ucap Sri Astuti sembari menunjukkan foto yang dimaksud.
W.A. Hompes dalam sejarah perjalanan KBS termasuk sosok penting yang menyelamatkan KBS dari kebangkrutan. Dia juga orang Belanda terakhir yang dipercaya mengelola KBS sebelum pusat konservasi satwa itu dikelola pemerintah Indonesia.
Selain menunjukkan foto-foto Hompes, Sri memperlihatkan sepucuk surat bertulisan tangan. Surat itu berbahasa Belanda. Inti pesannya mengabarkan bahwa keadaan keluarga Hompes di Belanda baik-baik saja. Surat itu merupakan kabar terakhir dari keluarga Hompes yang ditulis pada 1989 oleh anak-anaknya untuk keluarga di Indonesia.
Sri menceritakan, selama di Indonesia (Sri tak ingat tahunnya, Red), Hompes menikahi tantenya, Suwentji. Suwentji merupakan adik kandung ibu Sri yang bernama Sutjajani. ”Ibu saya adalah anak pertama, sedangkan tante Suwentji anak kedua. Semua saudara ibu saya ada 10 orang, lima laki-laki dan lima perempuan,” cerita Sri didampingi suaminya, Mustadjab.
Sejatinya, Sri dan Mustadjab merupakan warga Tuban. Mereka sengaja datang ke Surabaya setelah membaca berita-berita kisruh KBS di Jawa Pos. Dia menyatakan sangat terusik oleh kubu Stany Soebakir yang merasa memiliki KBS dan tidak mau diganti dari kepengurusan pengelolaan kebun binatang itu.
Sri dan Mustadjab juga merasa terpanggil untuk mengungkapkan sejarah Hompes karena pernyataan Singky Soewadji (pemerhati satwa) soal KBS.
”Pak Singky pernah bilang, semua pengurus yang ada saat ini (kubu Stany maupun kubu Basuki, Red) tidak berhak menguasai KBS. Sebab, KBS dulu milik Belanda. Karena itu, saya datang ke Surabaya untuk menceritakan soal peran Om Hompes,” ucap Mustadjab. ”Dia orang Belanda terakhir yang ditunjuk pemerintah menangani KBS,” ungkapnya bangga.
Mustadjab menyatakan sempat menangi masa-masa ketika Hompes dipercaya mengelola KBS. Seingat dirinya, Hompes meninggalkan Indonesia kembali ke negaranya pada 1958. ”Saya sedikit banyak tahu tentang Om Hompes karena saat itu saya sudah menikahi dia,” ucap mantan anggota DPRD Tuban tersebut sembari melirik Sri Astuti, istrinya.
Menurut cerita Mustadjab dan Sri, Hompes merupakan sosok yang begitu cinta terhadap satwa maupun tumbuh-tumbuhan. Sri ingat, suatu hari dirinya diajak Hompes mencari ular untuk ditangkarkan di KBS. ”Nyarinya di daerah Tulangan, dekat kantor Om,” ucapnya. Hompes, kata Sri, saat itu merupakan kepala pabrik gula di Tulangan, Sidoarjo.
Menurut wanita 80 tahun tersebut, saat memimpin KBS, Hompes juga tidak pernah memperjualbelikan satwa. ”Tidak seperti sekarang. Di koran diberitakan pengurus diduga memperjualbelikan hewan-hewan KBS,” ucap perempuan kelahiran Tuban itu. ”Kalau dulu, Om Hompes malah sering mendatangkan binatang dari Belanda,” sambungnya.
Sri dan Mustadjab belum tahu pasti kondisi Hompes saat ini. Apakah masih hidup atau sudah meninggal. Karena itu, mereka kini berusaha melacak anak-anak Hompes. Kabar terakhir, semua anak Hompes yang berjumlah empat orang tinggal di Suriname. Empat anak Hompes yang disebut Sri adalah Beppy, Truitje, Caterine, dan Cornelis. ”Setidaknya, kalau ketemu mereka, pasti ada cerita atau mungkin pesan Hompes soal KBS,” ucap Mustadjab.
Dia juga mengaku sebagai teman seangkatan Stany Soebakir di TNI-AD. ”Saya ini seangkatan dengan Bakir (Stany Soebakir). Dia tahu bahwa kami masih kerabat Hompes,” tegas pria yang berpangkat terakhir letnan satu tersebut.
Dalam beberapa catatan sejarah mengenai KBS, Hompes memang dikenal sebagai sosok yang loyal terhadap kelangsungan Soerabaiasche Planten En Dierentuin (Kebun Botani dan Binatang Surabaya). Tapi, dia tidak termasuk pendiri KBS. Dalam sejarah di KBS, pendiri pertama Soerabaiasche Planten En Dierentuin adalah jurnalis H.F.K. Kommer dan seorang advokat bernama J.P. Mooyman.
Hompes dipercaya memimpin KBS sekitar 1923. Dalam sebuah rapat anggota perkumpulan pada 21 Juli 1922, KBS dinyatakan mengalami krisis keuangan dan pilihannya harus ditutup. Hal itu terjadi lantaran masing-masing pengurus KBS sibuk di luar KBS. Saat itulah sejarah konflik internal KBS kali pertama muncul.
Meski dianjurkan ditutup, sebagian anggota perkumpulan kebun binatang menentang penutupan KBS. Gementee van Soerabaia alias Pemerintah Kota Surabaya pun sampai turun tangan (persis seperti konflik yang terjadi saat ini, Red). Pemkot juga menghendaki KBS tidak ditutup.
Krisis demi krisis dialami KBS bahkan sampai setahun setelah itu. Pada 11 Mei 1923, anggota perkumpulan mengadakan rapat di Simpangshce Restaurant. Dalam rapat itulah Hompes ditunjuk memimpin KBS menggantikan J.P. Mooyman, salah seorang pendiri KBS.
Awalnya, beberapa pihak meragukan kemampuan Hompes. ”Namun, akhirnya Om Hompes begitu total mengurus KBS. Bahkan, beliau tinggal di dalam kebun binatang agar bisa optimal mengurus segala aktivitas KBS,” terang Mustadjab.
Hompes juga dikenal piawai melobi para donatur. Dia sukses membujuk Burgemeester van Soerabaia alias Wali Kota Surabaya G.J. Djikerman dan anggota dewan kota A. Van Genrep agar menjadi donatur utama KBS. Kepiawaian Hompes mencari dana itu tak lain karena pengalamannya menangani Pabrik Gula Tulangan.
”Jadi, sebagai kerabat Om Hompes, kami sangat prihatin atas konflik yang berlarut-larut di KBS. Kasihan binatang-binatangnya jadi tidak terurus,” tegas Mustadjab yang diiyakan istrinya. (*/ari)