* Dibalik kematian Singa Afrika KBS
BERITA kematian Michael, sang raja hutan di kandang Kebun Binatang Surabaya (KBS) mungkin membuat para redaktur di Daily Mail bernafas lega. Seolah tulisan mereka tentang ’’Zoo of Death’’ makin tak terbantahkan.
Jika tak tahu apa yang sebenarnya terjadi di dalamnya, wajar jika KBS diberi label Zoo of Death. Apalagi hilangnya nyawa Michael kemarin memang diluar kewajaran kematian satwa. Michael mati menggantung seperti seorang yang bunuh diri dengan tali. Kematian aneh bin ajaib satwa yang mungkin baru terjadi di dunia konservasi.
Michael mati bukan karena penyakitan seperti satwa koleksi KBS selama ini. Seperti yang kita tahu selama ini, akibat pengelolaan yang salah selama berpuluh-puluh tahun, KBS tak ubahnya kebun binatang sepuh. Satwanya banyak yang tua dan penyakitan. Kalau ada yang muda, kondisinya pun sama, bermasalah secara genetik karena hasil inbreeding.
Kematian aneh ini menuntut polisi, dalam hal ini Polrestabes Surabaya untuk all out melakukan pengungkapan perkara. Rasanya dalam kondisi apapun tak mungkin Michael bisa mati setragis itu. Kuat dugaan ada aktor intelektual yang memang selama ini bermain menciptakan pagebluk di KBS.
Sepanjang pengetahuan saya selama meliput di KBS, pagebluk di kebun binatang yang berdiri 31 Agustus 1916 itu memang selalu terjadi saat terjadi pergantian kepengurusan, seperti sebuah siklus. Orang-orang tak bertanggung jawab memainkan isu-isu yang bisa membangun opini publik bahwa pengurus baru tak becut menangani.
Kondisi itu pula yang saya yakin diciptakan saat ini sedang diciptkan sekelompok orang. Mereka ingin menunjukkkan Pemkot Surabaya seolah tak mampu tangani konservasi satwa. Kondisi ini juga pernah menimpa Tim Pengelola Sementara (TPS).
Tim bentukan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) itu ditunjuk menjadi pengelola sementara KBS karena adanya konflik kepengurusan berkepanjangan. Kala itu bos Taman Safari Indonesia, Toni Sumampau ditunjuk sebagai koordinator TPS.
Kelompok yang bertahun-tahun membentuk perkumpulan itu sepertinya masih belum ihlas kehilangan fulus dari mengelola satwa. Saya pernah menuliskan dalam sebuah berita bagaimana menggiurkannya pundi-pundi uang yang bisa didapat dari KBS.
Jadi, jika polisi tak berdaya melakukan pengungkapan kasus ini bukan tidak mungkin akan ada kematian atau kasus aneh lainnya di kebun binatang yang didirikan H.F.K Kommer itu. Mungkin saja selanjutnya ada satwa mati, dan disampingnya ada botol cukrik. Seperti tewasnya sejumlah pemuda Surabaya beberapa waktu lalu karena minuman keras.
Boleh saja dugaan saya itu dianggap sebagai gurauan. Tapi kenyataanya selama ini keanehan-keanehan memang kerap terjadi di kebun binatang sepuh (KBS) itu. Ketika KBS dikelola TPS antara 2010-2011 silam, penelusuran terhadap kematian satwa beruntun coba dilakukan. Hasilnya tiga dari tujuh satwa mati tak wajar dan kuat dugaan ada kesengajaan.
Untuk memangkas siklus itu, polisi memang harus bekerja sungguh-sungguh. Jika perlu bentuk tim khusus untuk menangani perkara ini. Reserse dan penyidik handal yang selama ini trenginas menangkap bandit dan piawai mengungkap kasus pembunuhan manusia perlu dilibatkan.
Sejauh yang saya tahu, selama ini hampir 90 persen kasus pembunuhan manusia di Surabaya selalu terungkap jajaran Polrestabes Surabaya. Tapi sejak saya jadi wartawan, tak ada satu pun dari puluhan kasus kematian satwa di KBS yang berhasil diungkap pelakunya oleh polisi. Yang ada Polsek Wonokromo hanya berhasil menangkap orang dalam yang mencuri daging pakan satwa.
Jangankan satwa yang mati, polisi pun hingga kini tak mampu menemukan kasus hilangnya sejumlah komodo pada 2011 lalu. Perkara itu kini sepertinya hanya ngendon di meja penyidik Polrestabes Surabaya. Saat itu terjadi tarik ulur antara Polda Jatim dan Polrestabes Surabaya dalam penanganan perkara tersebut.
Penyebab terjadinya tarik ulur karena pihak-pihak yang bersengketa di KBS saling melapor soal hilangnya komodo itu. Satu pihak melapor ke Polda Jatim. Pihak lain melaporkan ke Polrestabes Surabaya.
Sejumlah media yang mengawal kasus itu, mengarahkannya agar perkara itu ditangani Polrestabes Surabaya. Sebab beberapa pihak yang melaporkan di Polda Jatim dinilai merupakan kelompok lama yang selama ini berkuasa di KBS. Sementara yang lapor ke polrestabes merupakan tim pengelola sementara bentukan Kemenhut.
Ketika Polda Jatim melepas kasus itu untuk ditangani Polrestabes Surabaya, ternyata harapan masyarakat juga seolah terbang terbawa angin. Sampai sekarang tak jelas siapa pihak-pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kejadian itu.
Polisi rasanya tak perlu lagi ragu menangani kasus kematian satwa yang terjadi beruntun belakangan ini. Sebab polisi kini tak sedang berhadapan dengan kelompok-kelompok yang punya kepentingan pribadi. KBS saat ini sudah jelas ditangani pemkot, kepanjangan tangan dari masyarakat Surabaya. Walikota Surabaya juga menunjukkan keseriusannya menangani KBS.
Jadi, Pak Farman, Pak Setija, masak njenengan rela KBS disebut dunia sebagai ’’Zoo of Death’’ ? Segera ungkap siapa aktor intelektual dibalik kejadian-kejadian ini sebagai efek jera. Meskipun kondisi TKP rusak, telat dilaporkan, namun sepertinya itu bukan halangan.
Apalagi perkara ini juga bukan delik aduan. Undang-undang No 5 / 1990 mengatur soal ini. Dan saya yakin panjenangan masih punya jurus sakti, yang tak mungkin saya sebutkan disini untuk menelusuri siapa dibalik gantung dirinya Michael.
Dengan terungakapnya aktor intelektual dibalik kematian Michael mungkin akan membawa efek jera untuk orang dalam yang masih loyal pada kelompok-kelompok tertentu. Sebab hingga saat ini sejumlah pegawai KBS memang masih ada yang lekat dengan predikat orangnya kelompok ini dan kelompok itu.
Gunawan Sutanto
Wartawan Jawa Pos
@punyachepy
0 comments on “Saat Si Raja Menanti Jurus Sakti Pak Polisi”Add yours →