Selain Bersuara Merdu, Harus Bisa Mendongeng 

Hiburan untuk anak-anak semakin tercemari konten dewasa. Tak hanya prihatin, Renny Siregar dan Willy Priyoko memilih beraksi dengan membentuk grup musik Popzzle.

GUNAWAN SUTANTO, Jakarta

DUA cowok dan cewek yang berusia sekitar 25 tahun dengan pakaian warna-warni asyik menari, meloncat sana-sini, dan bergembira bersama anak-anak. Mereka bergerak riang menyanyikan lagu Becak dengan aransemen musik sedikit nge-jazz.

Anak-anak muda itulah anggota Popzzle, grup musik yang beranggota orang dewasa, namun khusus membawakan lagu-lagu anak Kelompok musik itu didirikan oleh dua sahabat, Renny Siregar, 35, dan Willy Priyoko, 40.

”Sejak 10 tahun bersahabat dengan Mas Willy saya memikirkan hiburan anak yang makin terkontaminasi konten dewasa. Dunia anak yang ceria dan polos disuguhi cinta-cintaan, yang seharusnya konten dewasa,” kata Renny, yang lama berkecimpung di dunia majalah perempuan ini.

Dari situ Willy yang kemudian menekuni industri radio broadcasting terpikir untuk membuat sebuah proyek yang intinya mengembalikan hiburan anak. “Kami memilih dunia musik. Awalnya nekat saja karena kami berdua tidak punya pengalaman membentuk pop grup,” katanya.

Proyek idealisme dua sahabat ini kemudian mendapatkan dukungan banyak pihak. Support datang dari pelatih vokal, koreografer, psikolog, fashion stylish, sampai seorang life coach. Mereka membantu Renny dan Willy mulai proses audisi sampai workshop untuk talent yang terpilih masuk Popzzle. Proyek itu mulai digarap pada 19 Februari 2011.

Mengapa idealisme memurnikan hiburan anak ditempuh lewat jalur musik? Menurut Willy, edukasi yang paling mudah dicerna anak adalah lewat musik. Dari penelitian yang mereka ketahui, anak-anak lebih gampang diajar oleh orang dewasa daripada anak seusianya. “Dari situ akhirnya dibukalah audisi. Penyebaran informasinya lebih banyak memanfaatkan media sosial,” ujarnya.

Tak disangka, banyak yang meminati audisi tersebut. Beberapa peserta audisi bahkan tidak tahu bahwa mereka akan dipilih sebagai anggota grup musik yang menyanyikan lagu-lagu anak. Itu pula yang dialami Andra Karna, satu dari empat personel Popzzle. ”Awalnya saya tidak tahu jika audisi pop grup ini untuk menyanyikan lagu anak,” kata lelaki kelahiran 23 Mei 1989 itu. Siang itu (15/1) Andra berkumpul bersama personel Popzzle lainnya di kedai kopi di sebuah mal kawasan Sudirman.

Lelaki 24 tahun itu baru tahu proyek tersebut untuk menghibur anak-anak ketika masuk ke ruang audisi. ”Salah satu audisinya, ya menghibur anak-anak di ruangan itu. Jadi, ya salah satu jurinya anak-anak itu sendiri,” katanya, lantas terkekeh.

Selain Andra, personel Popzzle adalah Ian Saybani, 23; Natalie 22, dan Sarah Jane, 25. Mereka terpilih bukan karena vokalnya yang bagus, tapi juga dianggap memiliki ketertarikan tinggi terhadap dunia anak-anak. Mereka kemudian digembleng secara khusus agar memiliki kemampuan lebih ketika tampil di hadapan anak-anak.

Ian mengatakan, pengemblengan itu dalam bentuk workshop hingga beberapa minggu. Bukan hanya vokal yang dilatih, tapi juga public speaking untuk mengarahkan anak-anak hingga mendongeng atau story telling. ”Dalam setiap tampil, kami tak hanya bernyanyi, tapi berusaha berinteraksi sedekat mungkin. Termasuk membawakan dongeng untuk mereka,” kata alumnus Fakultas Komunikasi Universitas Moestopo, Jakarta, itu.

Natalie menambahkan, kali pertama tampil di hadapan anak-anak rasa canggung itu tetap ada. Lebih-lebih ketika audiens mulai cuek dan tidak merasa tertarik dengan cara menghibur Poppzle. ”Susah-susah gampang menghibur anak-anak. Kita harus pandai menarik mereka. Misalnya, melalui kostum-kostum yang menarik atau berinteraksi dengan mengajaknya bermain,” katanya.

Mereka mengakui, audiens berusia di atas delapan tahun lebih susah dihibur dengan konten-konten anak. Sementara yang biasanya merespons positif adalah anak-anak balita berusia 3-5 tahun. ”Ya, mungkin yang 8 tahun ke atas sudah mengerti lagu dewasa. Bahkan, tak bisa kami mungkiri banyak di antara mereka sudah bisa menyanyikan lagu dewasa,” kata Ian.

Andra dan Natalie mengatakan, kesulitan itu datang karena mereka tidak pernah bersinggungan langsung dengan hiburan anak. Andra merupakan anak band yang kerap manggung untuk menghibur orang dewasa. ”Berbeda menghibur orang dewasa dan anak-anak. Kalau orang dewasa, tidak tertarik dengan lagu kita ya biarin saja. Tapi, kalau berhadapan dengan anak-anak, kita tidak bisa begitu,” ujarnya.

Status Natalie pun tak jauh berbeda. Dia fresh graduate yang sebelumnya tidak banyak bersentuhan dengan anak-anak. ”Paling kalau bersentuhan dengan anak, ya dengan keponakan sendiri. Mengajak mereka main atau menonton film anak-anak,” katanya.

Berbeda lagi dengan Ian. Selama ini remaja kelahiran 21 Juni itu berprofesi sebagai pengisi suara film-film kartun. Dia menyebut beberapa kali terlibat dalam pengisian suara film bikinan Hollywood yang diindonesiakan.

Selama berkiprah hampir dua tahun, sambutan masyarakat mulai banyak. Grup musik ini mulai sering diundang dalam acara-acara off air beberapa perusahaan. ”Tapi, perusahaan yang mengundang kebanyakan memang sedang mengadakan acara untuk anak,” kata Ian.

Sementara, respons dari televisi masih kurang. Tidak banyak mereka diundang untuk mengisi acara anak. ”Ya, mungkin karena acara musik untuk anak di televisi kan kurang,” sahut Andra. Meski begitu, pada 2012 Popzzle menjadi nomine Anugerah Musik Indonesia (AMI) kategori pendatang baru.

Grup ini juga sudah menelurkan album perdana dengan judul Tribute to Ibu Soed. Mereka membawakan lagu-lagu ciptaan Ibu Soed dengan aransemen baru.

Namun, pemasaran album itu tidak dilakukan melalui toko musik seperti artis kebanyakan. Manajemen mereka lebih memilih lang­sung menyasar ke target, seperti menjual di playground, ataupun sekolah-sekolah bermain.

Di awal berdirinya, empat remaja ini juga kerap mendapatkan ejekan dari kawan-kawan mereka. ‘Teman sesama penyanyi juga sering meledek karena yang dihibur anak-anak. Tapi, belakangan mereka sadar pemain di jalur ini sangat sedikit dan di situlah rezekinya,” ucap Andra.

Renny mengatakan, apa pun yang terjadi, dia dan Willy tetap berupaya konsisten terjun di dunia hiburan anak-anak. Menyuguhkan hiburan yang memang harusnya dicerna oleh anak-anak. ”Karena itu, kita tidak hanya menghibur anak-anak. Dalam setiap penampilannya Popzzle juga berupaya mengedukasi mama-papanya,” kata perempuan yang kini banyak menekuni manajemen artis ini. (*/c2/kim) 

Jawa Pos, 21 Januari 2014

By Gunawan

2 thoughts on “Popzzle, Grup Musik Dewasa yang Menjaga Kemurnian Musik Anak – Anak”
  1. dunia hiburan anak anak semakin lama semakin memprihatinkan terutama dengan musik anak jaman sekarang, pak.
    oh ya tulisannya ko ga ada fotonya ya..

    1. Hali mas Walidin trm ksh sdh hampir. Salam kenal, maaf telat merespon. Tulisan ini sebenarnya pernah muncul di Jawa Pos. Kebetulan saya yang nulis juga. Saya ingin mengapresiasi vocal grup ini yg luar biasa semangatnya. Andai mereka tak peduli dgn dunia anak, saya yakin kok mereka pasti mampu cari uang tanpa membuat konten utk anak-anak. Soal foto saya lupa upload. Hehehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *