Bangga Membuat Petani Dapat Order 1 Ton dari AS
Tidak banyak penulis blog (blogger) seperti Toni Wahid. Dia bukan pengusaha kopi, namun konsisten selama enam tahun menulis tentang kopi di blognya, cikopi.com. Tulisan-tulisannya kini menjadi pustaka informasi dan rujukan para pelaku bisnis kopi.
GUNAWAN SUTANTO, Jakarta
—
UDARA dingin Toronto membuat Toni Wahid segera mencari minuman hangat. Sampailah dia di salah satu kedai kopi di kota terpadat di Kanada itu. Pria kelahiran Palembang yang besar di Bandung tersebut lantas memesan secangkir espresso. Rasa kopi itu membuat dia penasaran.
“Saya sebelumnya hanya penikmat kopi instan. Tapi, begitu merasakan enaknya kopi (di Toronto) itu, saya jadi ketagihan. Saya lalu coba tanya ke barista (penyeduh kopi, Red),” kata Toni ketika ditemui di kantornya, kawasan Jalan M.T. Haryono, Jakarta Selatan, kemarin (4/3).
Kopi enak yang dirasakan manager social responsibility salah satu merek fashion terkemuka itu ternyata coffee of the day. Toni masih penasaran. Dia lalu bertanya tentang jenis kopi yang disajikan pagi itu.
Menurut barista kedai tersebut, tutur Toni, kopi yang digunakan untuk coffee of the day pada hari itu ternyata berasal dari biji kopi Sumatera. “Kaget sekali saya mendengarnya, ternyata kopinya dari Gayo Aceh. Apalagi, barista-nya balik tanya, masak saya tidak tahu kopi Gayo,” jelasnya
Kenangan 14 tahun silam itulah yang kemudian menjadi pijakan awal Toni untuk menjadi penulis kopi Indonesia. “Saya merasa selama ini sulit sekali mencari informasi tentang kopi Indonesia. Padahal, negeri ini penghasil kopi terbesar dan banyak yang berkualitas seperti yang saya nikmati hari itu di Toronto,” ujar Toni.
Pria 45 tahun tersebut mengaku tidak sekali itu saja menemukan kopi terbaik Indonesia menjadi menu andalan kedai kopi di luar negeri. “Dulu saya sering mendapat tugas kantor ke luar negeri. Nah, saya sering menemukan kopi istimewa yang ternyata berasal dari Indonesia,” ungkapnya.
Sejak itu, Toni hampir selalu menyempatkan diri untuk berburu kopi Indonesia saat bertugas ke luar kota atau luar negeri. Juga, ketika media blog populer pada 2000-an, pengalamannya menyeruput kopi di berbagai tempat istimewa itu ditumpahkan di blog pribadinya. Tulisan yang dilengkapi dengan foto-foto perkopian itu pun cukup menarik perhatian para pengakses blog Toni.
“Kebetulan, selama ini saya juga menyelami hobi street food photography. Jadi, tulisan saya tentang kopi itu juga saya lengkapi dengan foto-foto pendukung,” paparnya.
Awalnya, Toni numpang dalam hosting gratisan, WordPress. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, dia lalu membeli domain dengan nama cikopi.com. Eksistensi blog tersebut bisa dibuktikan dengan nangkringnya nama domain itu di search engine (mesin pencarian).
Di tengah aktivitas bekerja di perusahaan multinasional tersebut, Toni meluangkan waktu untuk belajar tentang dunia perkopian. Dia bertemu dengan sejumlah pelaku industri kopi. Mulai petani, barista, sampai perusahaan kopi. Pengalaman itu kemudian dia bagikan di blognya.
“Kadang aktivitas itu saya kerjakan saat menjalankan tugas kantor. Tapi, kadang saya perlu cuti untuk menjalankan aktivitas itu,” jelasnya.
Hampir seluruh daerah di Indonesia yang terkenal sebagai penghasil kopi pernah didatangi Toni. Namun, yang paling membuat dia terkesan adalah momen ketika dirinya mendatangi petani kopi di Bondowoso.
“Saat itu saya bertemu dengan petani kopi yang memiliki kebun tak begitu luas. Dari pertemuan itu, saya coba kopi dari kebunnya dan saya tulis di blog,” terangnya.
Tak disangka, tulisan tersebut dibaca banyak orang. Sampai-sampai Toni dihubungi oleh sang petani. Sebab, petani itu mendapatkan order hingga 1 ton dari pengusaha Amerika Serikat yang sedang mencari biji kopi di Indonesia.
“Padahal, sebelumnya dia mengaku hanya bisa menjual beberapa puluh kilo di kedai-kedai kopi di Jakarta. Senang sekali mendengarnya, apalagi sampai petani itu bisa membeli mobil baru,” ujar ayah Farah Maudina tersebut. Hingga saat ini, sudah sekitar 600 artikel tentang kopi yang dihasilkan suami Rr Emma Dhamayanti itu.
Saat ditanya soal caranya menjaga eksistensi menulis di tengah kesibukan pekerjaan utama, Toni tertawa kecil. Dia mengaku bahwa kisah dan feedback dari pembacalah yang menjadi semangatnya untuk terus meng-update informasi tentang perkopian.
“Cerita seperti petani Bondowoso itu yang membuat saya termotivasi untuk terus menulis tentang kopi. Apalagi, kadang ada pembaca yang ingin dicarikan informasi tertentu, misalnya tentang peralatan kopi,” ungkapnya.
Blog cikopi memang tidak hanya menuliskan perihal biji kopi. Sejumlah informasi lain tentang perkopian juga menyertai. Mulai profil pelaku industri sampai update peralatan-peralatan untuk kopi, misalnya alat roasting dan coffee maker.
Meski bukan pelaku industri kopi, Toni paham seluk-beluk peralatan perkopian. Dia mengaku memiliki bar khusus di rumahnya di Jatibening, Bekasi. Bar itu biasa digunakan untuk mengeksplorasi peralatan penyeduh kopi.
“Saya suka membongkarnya, me-review, tapi nanti kalau tidak bisa mengembalikan, saya serahkan ke teman yang ahli,” kelakarnya.
Atas karya tulisnya tentang kopi itu, Toni sering didatangi orang yang minta saran dan masukan. Termasuk mereka yang akan memulai bisnis kopi. Bahkan, atase perdagangan Kedutaan Besar Indonesia di Amerika Serikat meminta saran dari dia untuk pameran produk kopi yang setiap tahun diadakan di Negeri Paman Sam itu.
Toni dimintai saran karena pernah dipilih oleh Specialty Coffee Association of America (SCAA) untuk menghadiri pameran di Boston pada April 2013. Saat itu dia menjadi satu-satunya blogger dari Asia yang diundang dalam event kopi tingkat dunia tersebut. “Lisensi yang diberikan kepada saya saat itu sebagai media,” terangnya.
Namun, Toni mengaku miris saat melihat stan Indonesia dalam pameran itu. Menurut dia, stan Indonesia kala itu tak menunjukkan bahwa negeri ini adalah salah satu penghasil kopi terbesar di dunia.
“Berbeda sekali dengan negara-negara lain. Mereka berlomba memikat pengunjung. Sedangkan stan Indonesia kurang menarik,” terangnya. Dari pameran itulah, Toni lalu diminta memberikan masukan kepada atase perdagangan Kedutaan Besar RI di AS.
Toni punya niat membukukan ratusan tulisannya tentang kopi itu. Namun, dia mengaku belum punya waktu untuk mengurusi tulisannya. “Sebenarnya ada beberapa penerbit yang sudah menghubungi saya. Tapi, saya belum siap. Mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa diterbitkan sehingga bisa dimanfaatkan para pelaku bisnis kopi, termasuk para petani yang belum terbiasa mengakses internet,” tandas dia. (*/c11/ari)
0 comments on “Lewat Blog, Toni Wahid Mendirikan Pustaka Kopi Indonesia”Add yours →